Rabu, 08 Oktober 2014

Tanganku Pilih Yang Mana

Hari itu ayam baru mulai berkokok, aku sudah siap-siap dipintu rumah untuk berangkat ke kantor. Maklum rumah dengan tempat kantor ku agak jauh jaraknya sehingga aku harus memelurkan sedikit waktu untuk menghabiskan tidur ku di angkutan umum dibandingkan dikasurku yang empuk. Hari ini sedikit kesal karena seharusnya aku bisa menghabiskan masa liburku kemarin dengan beristirahat malah ku gunakan untuk gotong royong membersihkan rumah. Dengan sedikit muka kusam dan ngantuk aku berpamitan dengan orang tuaku dan mulai berjalan kaki ke gerbang perumahan untuk naik angkot. Aku lebih memilih menggunakan angkutan umum karena selain aku bisa beristirahat, aku bisa ikut berpartisipasi dalam hal “Go Green”. Yuup.. semakin banyak angkutan yang digunakan semakin sedikit minyak bumi yang diperas untuk memberi makan angkutan kita. Lagi pula macet bisa berkurang itu pikirku.

Aku sedikit menunggu lama kali ini untuk bisa mendapatkan angkutan, “huuufffffttt” aku berdesah. Sekitar 20 menitan dari tempat ku menunggu akhirnya ada juga angkutan yang lewat. Aku naik. Sudah terbiasa jika hanya ada aku dan supir yang ada diangkutan ini. Nanti juga akan penuh sendiri selama perjalanan. Akhirnya ku pejamkan mataku dan aku pun tertidur dengan memegang erat tas ku. Aku tebangun, ku lihat sekitar ku, “oh sudah penuh” dalam hati. Sekitar ada 11 orang, beberapa ada laki-laki dan perempuan. Sepertinya orang-orang yang ingin bekerja sama sepertiku. Ku lihat jam tangan yang ada di sebelah kiriku, yaa lumayan sudah 10 menit aku tertidur. Ku lihat ke depan jalan, jalan masih gelap, matahari belum siap menerangi jalan. “padahal ini sudah jam setengah 6” pikirku. Aku pun melihat orang-orang disekitarku. Ooh ternyata ada anak berseragam juga, dia pun sepertinya masih mengantuk karena tangannya menompang mukanya yang mengantuk. Aku jadi teringat ketika masa-masa dulu waktu SMP ….. pas berhenti di lampu merah, ada seseorang dengan penampilan anak punk. Masih muda, dia menggunakan baju lengan pendek sehingga tangannya yang bertato terlihat. Rambutnya di cat kuning, padahal kulitnya hitam, di telinganya telihat ada benda hitam besar seperti anting, tapi masa laki-laki memiliki anting pikirku. Dia terus masuk dan mengucapkan sesuatu yang tidak bisa aku dengar lalu dia bernyanyi. Ooh dia pengamen bukan penjambret. Setelah dia selesai bernyanyi, tangannya disodorkan kepada kami semua, aku hanya menyatukan kedua tanganku tanda “Maaf. Mungkin lain kali”.

Yaa.. sekarang jamannya orang-orang lebih suka menyodorkan tangan dibandingkan mengeluarkan keringat. Alasannya tidak bekerja, pekerjaan susah sekarang, harus pakai duit lah, inilah itulaah. Bukankah itu hanya alasan biasa saja? Bukankah susah karena kita tidak terbiasa? Aku sedikit trauma dengan para pengemis, karena menurut berita ternyata penghasilan mereka sebulan bisa lebih besar dibandingkan saya yang bekerja keras. Aahhh, tidak masuk akal.

Setelah sore hari ketika pulang kerja......

Ketika aku sedang menunggu angkutan untuk pulang ke rumah, Aku melihat seorang kakek-kakek sedang duduk di pinggir jalan. Dia menggunakan topi hitam dan handuk di bahunya. Saat ku lihat, kakek itu sedang mengambil handuknya dan mengibas-ngibaskan handuknya. Sepertinya kakek itu kelelahan. Ku lihat disampingnya ada gerobak, aku tak tau dia berjualan apa sampai mengeluarkan keringat yang begitu banyak. Aku merasa iba melihatnya. Ku meraba sakuku, “ah, ada sedikit uang”. Aku bertanya, “bang beli”. “eh, iya neng”, kakek-kakek itu langsung menyikapkan handuknya ke lehernya kembali. “mau beli berapa neng? Tapi es nya udah agak mencair”, Tanya kakek itu. Ooh.. kakek ini jualan es toh. “nggak apa-apa kek. Beli dua yaa”, ucapku tanpa ku pikirkan. Iyalah buat apa aku makan ice cream yang sudah mencair sampai beli dua lagi.

Kakek itu langsung melayaniku. Setelah selesai, aku berikan sedikit uangku kepada kakek tersebut. “nggak usah kembalian kek, simpan saja”. “makasiih ya neng” kakek itu sedikit menunduk. Lalu aku meninggalkan beliau.

Aku jadi berpikir, ada dua kejadian hari ini yang jaaaaauuuuuh sangat berbeda baik dari usia maupun pengalaman. Anak muda yang aku temui di pagi hari, dia hanya menggandalkan mulut untuk berbicara. Tapi orang yang lebih tua memilih untuk bekerja keras walaupun hanya sebesar seribu rupiah. Emang sih banyak orang tua yang menjadi pengemis pula, tapi bukan itu intinya. Intinya adalah kerja keras sebagaimanapun pasti akan ada hasil. PASTI. Baik cepat ataupun lambat asal kita tekun, sabar dan senang dengan bersyukur pasti akan ada hasilnya.

Uang bukan segalanya, tapi rasa ketenangan akan jiwa itulah yang sebenarnya. Kita tak perlu lah memiliki tangan yang dibawah kalau bisa jadilah yang diatas. Walalupun kita hanya hidup pas-pasan tapi berusahalah tangan kita untuk selalu ada diatas. Kerja keras lah, cari kerja itu sampai dapat. Kalau memang tidak bisa mencari kerja bukalah lapangan pekerjaan. Jangan maunya kerja di kantor saja, pekerjaan yang penting halal itu adalah yang paling utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar